Posted by : Fatinah Munir 06 February 2018


Setelah sebelumnya diberikan materi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga, saatnya saya dan teman-teman di kelas mendapatkan tugas kedua atau NHW#2 dari fasilitator kami.

Sebelumnya saya ingin sedikit mereview materinya ya. Jadi di materi sebelumnya dijelaskan bahwa ibu professional adalah seorang perempuan yang bangga akan profesinya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Yang juga senantiasa memantaskan diri dengan berbagai ilmu, agar bisa bersungguh–sungguh mengelola keluarga dan mendidik anaknya dengan kualitas yang sangat baik.

Beranjak dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi buat saya secara pribadi. Yakni rasa bangga, jiwa menjadi pendidik utama dan pertama, serta selalu memantaskan diri. Ketiga hal ini semestinya menjadi dasar rasa alias hal yang harus ada yang ada dalam diri setiap perempuan, yang sudah ataupun belum menjadi ibu. Sebab ketika tiga hal ini sudah ada dalam diri, insya Allah hal-hal lain yan berhubungan dengan keibuan seperti parenting, manajemen rumah tangga, dan lainnya akan semakin mudah dilakukan.

Nah, lalu bagaimana kita bisa tahu kalau kita sudah menjadi seorang ibu professional? Jawabannya ada di materi sebelumnya yakni jika kita sudah bisa menjadi kebanggaan keluarga.

Berangkat dari materi ini, bisa dibaca lagi materi lengkapnya di sini ya 😊, saya dan teman-teman di kelas mendapatkan tugas membuat indikator profesionalisme perempuan. Kenapa indikator profesionalisme perempuan, kan kita sedang belajar menjadi ibu? Sebab ibu pada dasarnya adalah seorang perempuan dan proses refleksi diri dimulai dari hal terdekat dengan kita, yakni diri kita sendiri sebagai perempuan. Alasan inilah yang saya pahami, sehingga kami di kelas diharuskan membuat indikator profesionalisme perempuan.

Checklist Indikator Profesionalisme Perempuan

Seperti yang saya sebutkan di atas bahwa indikator profesionalisme ini berangkat dari sosok perempuan, bukan langsung dari sosok sebagai ibu, maka kita perlu menurunkan indikator ini ke dalam beberapa bagian. Karena itulah dalam tugas kali ini ada indikator profesionalisme perempuan di-break down menjadi tiga fungsi besar seorang perempuan. Yakni sebagai individu, sebagai istri, dan sebagai ibu.

Indikator ini dibuat nantinya agar bisa kita jalankan sendiri. So, diri dan kehidupan kita sendirilah yang menjadi acuan setiap poin indikator yang kita buat. Lagi-lagi, ibu dan calon ibu di kelas harus berpikir lebih keras dan berinstrospeksi diri lebih dalam lagi XD

Untuk peserta kelas yang sudah berkeluarga, teman-teman di kelas bisa menanyakan kepada suami, indikator istri semacam apa sebenarnya yang bisa membuat dirinya bahagia. Kemudian bisa lanjut bertanya kepada anak-anak, indikator ibu semacam apa sebenarnya yang bisa membuat mereka bahagia. Jawaban-jawaban dari suami dan anak inilah yang nantinya bisa menjadi acuan untuk membuat checklist indikator profesionalisme.

Berhubung saya belum double apalagi triple, pada poin indikator profesionalisme sebagai istri dan ibu saya bisa menghayalkan diri sebagai istri dan ibu. Hehehe. Maksudnya bukan bertanya kepada suami atau anak khayalan ya. Di sini saya berangan-angan sendiri suatu saat saya ingin diri saya menjadi istri dan ibu yang seperti apa. Nah meminjam istilah yang sempat beken beberapa tahun lalu di sini para singlelillah yang ikut kelas bermain “andai aku mejadi….”. ^^

Sebelum kita berefleksi diri dan khusus untuk saya sebelum bermain “andai aku menjadi istri dan ibu”, kita akan melihat sedikit bagaimana cara membuat indikator yang baik. Di dalam kelas kami memiliki singkatan kunci pembuatan indikator yaitu SMART, Specific, Measurable, Achievable, Realistic, dan Timebond.

Setiap indikator yang dibuat harus SPECIFIC maksudnya adalah indikator harus unik, spesifik, dan detail. Jadi jika ibu dan calon ibu ingin membuat checklist indikator ibu bisa merapikan rumah, sebaiknya dijadikan lebih spesifik menjadi menyapu lantai, mengelep, mengelap jendela, mencuci pakaian, dan sebagainya. Untuk syarat MEASURABLE, artinya setiap indikator harus dapat diukur keberhasilannya. Misalnya ibu dan calon ibu ingin memasukkan poin ibu bisa merapikan rumah setiap hari, sebaiknya ditulis menyapu rumah dua kali sehari, mengepel setiap pagi, mencuci baju tiga hari sekali, dan lainnya. Jadi selain ada hal sepsifik yang menjadi target, tetapi ada juga ukuran keberhasilan dari indikator tersebut.

Ketiga, indikator harus ACHIEVABLE artinya bisa diraih, tidak terlalu susah dan tidak terlalu mudah. Yang paling penting adalah setiap indikator harus REALISTIC. Agar lebih mudah dijalankan, indikator ini harus berhubungan dengan kondisi kehidupan sehari-hari. Terakhir dan harus benar-benar diperhatikan adalan setiap indikator yang dibuat harus memiliki TIMEBOND alias batas waktu pelaksanaannya.

Menuliskan indikator dengan ketentuan di atas, sebenarnya bukan hal asing buat seorang pengajar seperti saya. Indikator yang spesifik, dapat diukur dan diamati, dapat direalisasikan, hingga batas waktu pelaksanaan indikator adalah hal yang biasa dibuat oleh pengajar. Apalagi di bidang pendidikan khusus, hal sejenis ini harus rutin dilakukan kepada setiap anak dengan timebond rata-rata satu bulan target. 

Tapi sayangnya, tugas kali ini terasa berkali-kali lipat lebih sulit buat saya, karena saya harus membuat rancangan untuk diri saya sendiri. Biasanya saya mengobservasi anak murid saya dan kini saya dituntut untuk mengobservasi diri sendiri yang artinya saya harus melakukan refleksi diri lagi, jauh lebih dalam daripada apa yang telah dilakukan di tugas sebelumnya.

Setelah beberapa hari melakukan refleksi diri dan berpikir berkali-kali, saya akhirnya memutuskan untuk mem-break  down pada beberapa bagian. Pada indikator profesionalisme perempuan sebagai individu, saya membagi lagi menjadi bagian sebagai individu yang berhubungan dengan Allah SWT karena tugas utama saya sebagai individu adalah berserah kepada-Nya. Lalu sebagai individu yang berhubungan dengan keluarga, sebab keluarga adalah lingkungan terdekat saya setelah saya berkutat dengan keakukan saya sendiri. Kemudian sebagai individu yang berhubungan dengan lingkungan atau masyarakat. Terakhir saya membat indikator profesionalisme perempuan sebagai individu yang berhubungan dengan diri sendiri. Hubungan dengan diri sendiri ini saya masukkan ke bagian terakhir untuk belajar mengurangi keegoisan sebagaimana target saya di tugas sebelumnya.

Untuk batas waktu pelaksanaan indikator profesionalisme perempuan ini saya membuatnya untuk masa uji coba 100 hari atau kurang lebih empat bulan. Saya berencana insya Allah akan mengevaluasi indikator ini setiap bulan atau per empat pekan. Oleh karena itu saya membuat indikator profesionalisme perempuan ini dalam bentuk checklist harian yang dapat saya print dan saya check setiap harinya. Buat ibu dan calon ibu yang belum bisa mencetak indikatornya bisa memasukkan indikatornya ke dalam google doc sehingga bisa langsung dievaluasi setiap hari menggunakan hape. Atau buat ibu dan calon ibu yang ingin lebih kekinian bisa menggunakan aplikasi to do list di hape pintarnya masing-masing. Ada aplikasi wunderlist atau Microsoft to-do yang cukup direkomendasikan oleh para teknoblogger.


Okay, tanpa perlu berlama-lama, saya ingin berbagi indikator profesionalisme perempuan versi saya, Lisfatul Fatinah Munir, berdasarkan kondisi dan kehidupan saya saat ini. Ditambah berdasarkan permainan “andai aku menjadi istri dan ibu”. Hehehe.
Begitulah kurang lebih indikator profesionalisme yang saya buat. Saya berharap indikator ini bisa saya laksanakan dengan jujur dan istiqomah. Sangat juga saya berharap bersamaan dengan dijalankannya indikator profesionalisme ini saya bisa benar-benar menjadi kebanggaan keluarga, minimal kebanggaan untuk kedua orang tua saya. Lebih lanjut lagi besar harapan saya agar indikator ini bisa menjadi tahap belajar saya menuju nantinya menjadi istri dan ibu profesional. Allahumma amiin.

Setiap indikator profesionalisme sebagai individu di atas saya buat berdasarkan kebutuhan pribadi saya. Kebutuhan ini saya sadari atas refleksi diri yang saya lakukan selama mengerjakan tugas ini. Indikator-indikator ini pun sangat memungkinkan untuk berubah sewaktu-waktu, entah saat evaluasi bulanan atau setelah 100 hari indikator ini dijalankan. Yup, perubahannya tentu berdasarkan kebutuhkan dan disesuaikan dengan kondisi saya nanti. Yaaa, mungkin aja kan setelah evaluasi bulanan atau setelah 100 hari indikator yang cuma berdasarkan “andai aku menjadi istri dan ibu”berubah jadi indikator dari hasil bertanya langsung ke suami. Hehehe. ^^

So, buat ibu dan calon ibu yang sudah mampir ke tulisan saya ini dan ingin membuat indikator sejenis (dalam rangka mengerjakan NHW #2 matrikulasi IIP ataupun untuk keperluan pribadi) jangan menjadikan daftar yang saya buat sebagai acuannya ya. Untuk mengacu cara membuat formatnya tidak apa, sangat terbuka untuk ditiru jika memang bermanfaat. Tapi untuk isi indikatornya silakan ibu dan calon ibu sekalian untuk bertanya pada diri sendiri, bertanya pada suami dan anak jika ada, atau silakan bermain “andai aku menjadi istri dan ibu” dengan diri sendiri ya. Hihihi.

Semoga postingan kali ini bermanfaat dan membawa inspirasi pada kebaikan.  :)

@fatinahmunir | 6 Februari 2018

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -